Jakarta, MRN – Rabu (16/11/2022). Maestro tari ini mendapatkan penghargaan lantaran dedikasinya dalam berkarya di bidang seni dan memajukan seni agar bisa dikenal.
Akademi Jakarta merupakan dewan penasihat Gubernur DKI Jakarta di bidang seni budaya yang berkedudukan di Jakarta dan didirikan pada tanggal 24 Agustus 1970. Para anggotanya adalah para seniman yang dipilih oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Akademi Jakarta punya kewenangan memberikan penghargaan seni kepada seniman-seniman yang berprestasi baik perorangan maupun kelompok.
Para seniman yang pernah mendapatkan penghargaan antara lain WS Rendra (1975) dan Zaini (1977). Waktu itu penghargaan bernama Hadiah Seni. Seniman lainnya seperti Gregorius Sidharta Soegijo, Gusmiati Suid, Retno Maruti, Raden Pandji Soejono, Sutardji Calzoum Bachri, Slamet Rahardjo Djarot, Putu Wijaya, Taufik Ismail, Rahayu Supanggah, atau Sapardi Djoko Damono.
Tahun ini, anggota tim DKJ yang berjumlah 10 orang memberikan penghargaan selain kepada Didik Nini Thowok untuk kategori individu juga kepada Paduan Suara Dialita untuk kategori kelompok.
Penghargaan diberikan karena sumbangsih mereka dalam perjuangan penyadaran publik atas masalah mendasar kemanusiaan. Mereka tidak membatasi kebudayaan dan seni yang mereka lakukan selama ini.
Didik Nini Thowok mendapatkan penghargaan lantaran sepanjang perjalanan hidupnya fokus untuk berkesenian melalui tari di Indonesia. Pria bernama asli Didik Hadiprayitno ini mengaku bahagia dan terharu mendapatkan penghargaan Akademi Jakarta 2022.
“Yang pasti saya tidak percaya bisa mendapatkan penghargaan. Karena saya juga bingung kenapa saya yang dapat apalagi ini diberikan oleh para seniman di Dewan Kesenian Jakarta,” katanya.
Didik yang pada 13 November kemarin genap berusia 68 tahun mengaku di kalangan seni masih banyak seniman-seniman lain yang mungkin punya prestasi melebihi dirinya.
“Tapi setelah tahu bahwa saya mendapatkan penghargaan ini karena saya mampu berkesenian dengan merekonstruksi praktik-praktik rasisme dan seksisme yang selama ini ditabukan, saya kok jadi merasa terharu,” tegas Didtar
Ia mengaku, kegemarannya menari bisa dikenal luas oleh masyarakat muncul lantaran kegelisahannya sebagai kaum minoritas yang tertindas. Dari situlah dirinya mencoba membangun kepercayaan diri sehingga dirinya mampu menyuarakan kegelisahan hatinya melalui seni tari.
“Orang mungkin banyak yang mengenal saya sebagai seorang komedian. Namun saya yang dulunya seorang yang introvert berupaya mengubahnya dengan mencoba menyuarakan kegelisahan hati lewat seni tari. Dan ketika sekarang saya mendapatkan penghargaan ini saya bersyukur apa yang saya lakukan diapresiasi oleh para seniman-seniman di Dewan Kesenian Jakarta,” katanya.
Sementara Paduan Suara Dialita memberikan sumbangsih dalam merajut rekonsiliasi kultural lintas generasi berbasis komitmen pada kemanusiaan dan cinta Tanah Air. Kelompok paduan suara ini terbentuk dari perasaan yang sama karena pernah menjadi tahanan politik 1965. Mereka terus menyuarakan perasaan mereka melalui seni vokal.
(YN)